Sunday, June 10, 2007

evidence appliance into justice

agree into agreement passed off electronicly by using e-mail as transaction evidence.
evidence appliance in justice also can refer at logarithm residing in at Internet Service Provider and data request for comment


Dapatkah e-mail dijadikan alat bukti di pengadilan. Dalam sistem hukum Indonesia, keberadaan data elektronik, termasuk e-mail, belum diterima sebagai alat bukti di pengadilan jika terjadi sengketa. Dalam hukum positif Indonesia, penggunaan data elektronik tidak setegas di beberapa negara. Padahal apa yang diperjanjikan atau apa yang terjadi secara virtual tersebut secara subtantif telah sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.
Merujuk pada Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd) mengenai syarat sahnya suatu perjanjian, perjanjian yang dilakukan adalah sah. Pasalnya, suatu perjanjian harus didahului adanya kesepakatan (kata sepakat), kecakapan untuk membuat perikatan, yang diperjanjikan adalah suatu hal tertentu, dan sesutu yang halal. Jika suatu perjanjian yang dilakukan telah memenuhi keempat syarat tersebut, perjanjian tersebut dinyatakan sah.
Lalu bagaimana jika suatu transaksi yang dilakukan dengan menggunakan media internet. Apakah pasal tersebut bisa mengesampingkan kesepakatan dari para pihak. Satu hal yang mungkin dan perlu diingat bahwa perikatan yang diatur di dalam buku tiga KUHPerd sifatnya terbuka. Artinya, sepanjang para pihak menyepakati suatu perjanjian dilangsungkan secara elektronik dengan menggunakan e-mail sebagai bukti transaksi, perjanjian yang dibuat oleh para pihak adalah sah. Bukti elektronik tersebut jika dicetak memiliki nilai yang sama dengan alat bukti lainnya (yang ditentukan di dalam undang-undang).
Secara teknis, bila terdapat satu standar keamanan untuk memberikan jaminan keontetikan suatu dokumen, selayaknya transaksi (pertukaran informasi) yang dilakukan oleh para pihak harus dinyatakan valid dan memiliki nilai pembuktian di pengadilan. Hal ini menjadi penting, karena menyangkut persoalan siapa yang mengirimkan e-mail tersebut. Dengan mengetahui siapa yang mengirimkan, tergugat dapat menjadikan bukti tersebut sebagai dasar untuk melakukan gugatan atau penuntutan.
Kemudian, penggunaan e-mail sebagai alat bukti di pengadilan juga bisa merujuk pada log yang berada pada ISP (Internet Service Provider) dan data RFC (request for comment).
Selain itu, untuk lebih memudahkan perlu diperhatikan juga keberadaan tandatangan elektronik (electronic signature) dalam e-mail tersebut. Tanpa adanya tandatangan elektronik, mungkin agak sulit untuk mendapatkan kepastian siapa pengirim sebenarnya dari e-mail yang menjadi pokok sengketa.





No comments: